Wednesday, October 23, 2013

GRAVITY Review by iRenk




Di alam semesta ini, keberadaan kita tak lain hanya butiran debu dan kenyataan ini sangat mengerikan juga sangat indah. Kita hidup di sebuah bola kecil berisi tanah dan air, dan kita hidup subur serta kompleks sementara kita dibungkus kehampaan yang dingin, ruang gelap disekelilingnya. Permasalahan terberat kita di Bumi yang kita hadapi tidak ada apa-apanya dibanding kehampaan diluar sana. Drama tegang bertema luar angkasa Gravity, penulis sekaligus sutradara Alfonso Cuarón telah meracik tatanan emosi yang di rangkum dalam film paling menegangkan yang pernah saya lihat. Lewat film Cuarón ini, tidak hanya kita melihat betapa menakutkan hidup di luar angkasa namun juga betapa mempesonanya planet kita, tetapi dari semua visual efek yang mengagumkan, aksi yang dapat membuat anda menahan nafas, dan ketegangan yang mengejutkan itu semua hanya untuk mengantarkan kisah sedih nan menyentuh yang terjebak dalam ke-putus asa-an dan perjuangan untuk melawannya.

Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) berada di stasiun luar angkasa bersama astronot veteran Matt Kowalsky (George Clooney) mempunyai misi untuk memasang alat khusus pada telskop Hubble. Stone hanya memiliki pelatihan selama enam bulan tetapi si cerewet Matt sangat tenang memegang kendali. Namun saat mereka berdua menjalankan misi, puing-puing dari satelit milik Rusia yang sengaja dihancurkan mulai menghujani ke arah mereka berdua berada, dan Stone yang putus asa harus berjuang untuk selamat di antara kehampaan luar angkasa.

Monday, July 15, 2013

Pacific Rim Review by iRenk


Salah satu alasan saya menyukai nonton film di bioskop adalah bioskop dapat memamerkan level tontonan dimana home theater tidak dapat samakan. Tak peduli berapa besar ukuran TV anda, dan tak peduli berapa biji speaker yang anda punya, tak ada yang bisa menggantikan apa yang bisa bioskop tawarkan (kecuali anda punya bioskop pribadi). Banyak film blockbuster mencoba memaksimalkan potensi layar raksasa di bioskop, tapi ini bukan masalah "lebih besar lebih baik". Harus ada bobot dan detil serta bagaimana semua terangkai hingga bisa mengantar kita ke dunia yang berbeda. Pada Pacific Rim, sutradara dan co-writer Guillermo del Toro tidak hanya telah mendobrak batas tingkatan ukuran yang bisa kita tonton di bioskop, tetapi juga menyuguhkan dasar pemikiran imajinatif tentang bagaimana monster dan robot bergulat ke arah dunia yang lebih nyata dan berwarna-warni. Sayangnya, dunia tersebut berjuang untuk sesuatu yang minim plot dan tipis akan karakter.

Loncat saja jika ingin melanjutkan membaca.

Wednesday, July 3, 2013

Man of Steel Review by iRenk



Judul "Man of Steel" sudah jelas menunjukkan apa yang akan anda tonton saat anda membeli tiket film blockbuster musim panas ini. Minus kata "Superman" seolah membisikkan kita bahwa film ini hanya sebatas reboot bukan pencitraan ulang dari luar ke dalam. Entah anda membenarkan hasilnya atau tidak, bergantung pada pendapat anda tentang Superman atau Superman yang seharusnya. Bagaimanapun, ini adalah cerita versi tahun 2013 : luar biasa megah, gelap, rumit dan penuh kekerasan. Film ini baik hati dan tulus namun tidak bisa dibilang lucu atau manis. Ini adalah Superman yang urakan, terasingkan, frustasi dan keren tetapi tidak menutup pintu untuk romansa, menjaga planet yang sedang terancam bahaya dari jajahan ras alien tangguh dan ancaman kiamat bagi penghuni Bumi hingga siapa saja yang bersedia membela dibutuhkan nyali baja untuk menyelamatkannya. Dia adalah yang terbaik dari dua dunia tetapi kepemilikannya belum tentu di keduanya. Man of Steel milik Zack Snyder ini mencoba mengangkat inti konflik tersebut, tapi gagal dalam menyentuh hati Superman. Hampir semua yang mengelilingi karakter ini menakjubkan dari set pieces hingga ke perubahan struktur cerita asal, musik score, serta perjalanan yang di tempuh sebelum memakai jubah birunya. Tetapi di dalam jubah itu, sama seperti judulnya, tak ada Superman.

Ingin tahu kenapa? Loncat saja jika ingin melanjutkan membaca.

Friday, June 28, 2013

Pixar Short THE BLUE UMBRELLA Review


Setelah beberapa waktu lalu saya dikaruniai anak pada bulan januari tahun ini. Rasanya susah mencari waktu untuk iseng menulis review tentang film lagi, bahkan untuk menonton film di bioskop pun tidak semudah dulu. Ada beberapa judul yang pantas untuk saya review disini, sebagai pemanasan jari - jari untuk review judul - judul berikutnya saya mulai dulu dengan sebuah film animasi pendek yang di putar sebagai pembuka film animasi Monsters University milik Pixar. 

Seperti film - film animasi pendek milik pixar sebelumnya,  The Blue Umbrella absen akan dialog dan panjang terhadap penggunaan isyarat visual dan musikal untuk menunjukkan emosi. Dalam hal ini, cerita memusatkan pada pertemuan imut dua payung berwarna cerah disaat hujan deras di keramaian kota. Loncat saja untuk mengetahui betapa bedanya dari film animasi pendek milik pixar lainnya